Search This Blog

Friday, February 16, 2018

TUGAS MENGANALISIS STUDI KASUS KELAS XI IPS DAN LINTAS MINAT MIPA 1-2

MENGIDENTIFIKASI MACAM-MACAM KONFLIK SOSIAL
YANG TERJADI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT


A.    SISWA MENGAMATI WACANA DIBAWAH INI
Akhir-akhir ini konflik sosial di Indonesia semakin marak. Masyarakat menjadi begitu mudah tersulut rasa amarah dan diprovokasi oleh pihak lain. Konflik sosial yang terjadi seringkali disertai dengan kekerasan. Konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat merupakan salah satu penyebab lunturnya Bhinneka Tunggal Ika dalam masyarakat, terkikisnya kearifan lokal, institusi pendidikan yang tidak mengajarkan visi dunia pendidikan serta tidak maksimalnya Negara dalam melindungi hak konstitusional warga Negara. Dampak akibat konflik sosial dirasakan sangat menggangu Indonesia sebagai negara demokrasi.
Rumusan Konflik Sosial
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, yang dimaksud dengan konflik sosial atau konflik, adalah :  “perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional”.
Macam-macam Konflik
Sebagai bentuk interaksi sosial, konflik dapat dibedakan ke dalam beberapa bagian, yaitu :
1.            Konflik Individual – merupakan konflik yang terjadi karena ada benturan dua kepentingan dari dua individu yang berbeda. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda.
Contoh : Seorang anak yang berebut mainan dengan kakaknya.
2.            Konflik antarkelas sosial – Dikenal dengan konflik vertikal, merupakan konflik yang terjadi karena adanya benturan kepentingan dan kebutuhan antara dua kelas sosial yang berbeda.
Contoh : Demo buruh yang meminta kenaikan upah kepada pengusaha tempat ia bekerja.
3.            Konflik antarkelompok sosial – Dikenal dengan konflik horizontal, merupakan konflik yang terjadi karena ada benturan dua kepentingan dari dua kelompok sosial yang berbeda.
Contoh : Kasus bentrok Lampung tahun 2012.
4.            Konflik rasial – Konflik rasial terjadi karena ada benturan antara dua ras yang berbeda mengenai suatu isu. Faktor pemicunya adalah timpangnya kondisi sosial ekonomi yang memiliki dampak ketimpangan sosial di masyarakat. .
Contoh : kasus Timor Timur, DOM Aceh, Malari (SARA).
5.            Konflik politik – Konflik politik timbul karena adanya kepentingan untuk meraih kekuasaan dengan menumbangkan kekuasaan pemerintahan sebelumnya.
Contoh : tumbangnya Orde Lama oleh Orde Baru.
6.            Konflik internasional – Konflik internasional terjadi karena adanya benturan antar Negara yang berkaitan kepentingan masing-masing Negara.
Contoh : Sengketa Selat Ambalat antara Malaysia dan Indonesia

Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial
Berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik sosial adalah :
1.         Perbedaan Pendirian. Perbedaan pendirian tak jarang menjadi penyebab timbulnya konflik sosial. Dalam suatu masyarakat, seringkali terjadi perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang akan sesuatu hal misalnya sikap politik. Tak jarang, perbedaan sikap politik menjadi benih timbulnya konflik sosial dalam masyarakat.
2.         Perbedaan keyakinan. Perbedaan keyakinan seringkali memicu konflik sosial dalam masyarakat. Kini masyarakat semakin permisif terhadap penggunaan cara-cara kekerasan guna menegakkan prinsip-prinsip agama yang dianut. Hal ini tidak hanya terjadi antar pemeluk agama, namun sesama pemeluk agama juga tidak jarang mengalami hal ini.
3.         Perbedaan kebudayaan. Kebudayaan yang berbeda antara kebudayaan setempat dan kebudayaan dari luar wilayahnya juga memberikan kontribusi sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya konflik sosial.
4.         Perbedaan kepentingan – Setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat. Misalnya saja demontrasi sopir taksi konvensional yang terjadi beberapa waktu yang lalu yang berakhir dengan bentrokan. Mereka menolak keberadaan taksi berbasis online yang dianggap mengambil penghasilan mereka.
5.         Perubahan sosial – Konflik sosial dapat memicu adanya perubahan sosial, begitu juga sebaliknya.
Contoh Konflik Sosial dalam Masyarakat
Sebagai Negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia tidak lepas dirundung berbagai masalah terjadinya konflik sosial di antara masyarakat. Heterogenitas yang dimiliki sebagai salah satu kelebihan Indonesia di mata dunia internasional dan penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural justru menjadi sumber konflik.  Semakin lunturnya Bhinneka Tunggal Ika, fungsi Pancasila sebagai dasar negara yang semakin memudar, serta tidak hadirnya Negara dalam melindungi hak dan kewajiban warga negaranya ditengarai menjadi penyebab maraknya konflik sosial akhir-akhir ini. (baca : Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945)
Menilik data yang diperoleh dari laman Kesbangpol-Kementerian Dalam Negeri, konflik sosial yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan isu/pola konflik, sumber konflik, dan wilayah konflik.
1. Berdasarkan isu/pola konflik sosial. Pada rentang waktu 2013-2015 (pertengahan kuartal Januari s/d April) telah terjadi total 201 kasus dengan rincian
·         bentrok antar warga total berjumlah 85 kasus
·         isu keamanan total berjumlah 45 kasus
·         isu SARA total berjumlah 10 kasus
·         konflik kesenjangan sosial total berjumlah 2 kasus
·         konflik pada institusi pendidikan total berjumlah 3 kasus
·         konflik ORMAS total berjumlah 10 kasus
·         sengketa lahan total berjumlah 31 kasus
·         ekses politik total berjumlah 15 kasus.
2. Berdasarkan sumber konflik. Merujuk pada ketentuan dalam UU No. 7/2012 pada tahun 2013-2015 (pertengahan kuartal Januari s/d April) yang menjadi sumber terjadinya konflik adalah
·         permasalahan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya total berjumlah 159 kasus
·         perseteruan SARA total berjumlah 9 kasus
·         sengketa SDA/Lahan total berjumlah 33 kasus.
3. Berdasarkan pengelompokan wilayah/Provinsi. Wilayah terjadinya konflik sosial selama pertengahan kuartal di tahun 2015 (Januari s/d April) didominasi oleh :
·         Provinsi DKI Jakarta terjadi 5 peristiwa konflik
·         Provinsi Jawa Timur terjadi 4 peristiwa konflik
·         Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi 3 peristiwa konflik
·         Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan masing-masing terjadi 2 peristiwa konflik, dan
·         Provinsi Riau, Kepri, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, dan Papua Barat masing-masing terjadi 1 peristiwa konflik.
Berikut beberapa contoh konflik sosial dalam masyarakat yang pernah terjadi di Indonesia yang dirangkum dari pemberitaan beberapa media massa serta data dari BNPB.
1. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2012
Konflik ini terjadi pada tanggal 27 Oktober 2012 hingga 29 Oktober 2012. Yang menjadi penyebab konflik adalah saat ada dua gadis yang berasal dari Desa Agom diganggu oleh sekelompok pemuda yang berasal dari desa Balinuraga. Kedua gadis ini sedang naik sepeda motor kemudian diganggu hingga kedua terjatuh dan mengalami luka-luka. Sontak kejadian ini memicu amarah dari warga desa Agom. Mereka kemudian mendatangi Desa Balinuraga yang mayoritas beretnis Bali dengan membawa sajam dan senjata. Bentrok pun tak terhindarkan hingga menewaskan total 10 orang.
2. Konflik Sosial yang terjadi di Tolikara Tahun 2016
Konflik terjadi karena pembagian bantuan dana respek antar distrik yang dirasa tidak adil. Konflik ini menimbulkan korban jiwa dan kehilangan harta benda. Selain itu, konflik juga menyebabkan sebagian warga mengungsi dan terjadi penjarahan.
3. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Flores Timur, NTT Tahun 2013
Konflik sosial yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2013 di Desa Wulublolong dan Desa Lohayong II Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur Provinsi NTT. Penyebabnya adalah saling rebut material yang berada di batas desa yang diklaim oleh kedua warga desa sebagai pemilik. Konflik menimbulkan kerugian materi, korban jiwa serta sebagian warga mengungsi.
4. Konflik Sosial yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah Tahun 2016
Merupakan konflik dalam bidang pertambangan. Terjadi antara Semen Indonesia dengan warga masyarakat Pegunungan Kendeng, Rembang Jawa Tengah. Penyebabnya adalah berbagai kejanggalan yang telah dilakukan oleh Semen Indonesia seperti masalah Amdal yang tidak sesuai dan hak ekonomi.
5. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Besar, NTB Tahun 2013
Konflik sosial yang terjadi pada tanggal 23 Januari 2013 di Desa Seketeng, Kecamatan Sumbawa, Kabupatan Sumbawa Besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Konflik ini menyebabkan banyak warga masyarakat yang mengungsi.
6. Konflik yang terjadi di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku
Konflik sosial yang terjadi di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Merupakan konflik yang sering terjadi dan berkelanjutan. Konflik menyebabkan kerugian materi.
7. Konflik sosial yang terjadi di Aceh Singkil, Tahun 2015
Aksi pembakaran beberapa gereja yang terjadi tanggal 13 Oktober 2015 di Aceh Singkil diawali dengan demonstrasi yang dilakukan oleh remaja Muslim. Mereka menuntut pemerintah setempat untuk melakukan pembongkaran terhadap sejumlah gereja yang dianggap tidak memiliki izin. Karena tensi yang tinggi, sebanyak 600 orang kemudian memutuskan melakukan pembakaran terhadap beberapa gereeja yang ada. Konflik ini mengakibatkan 1 orang tewas dan 4 orang luka-luka.
8. Konflik sosial yang terjadi di Tolikara, Tahun 2015
Banyak pihak yang berpendapat bahwa konflik sosial yang terjadi di Tolikara ini tidak hanya berlatar belakang agama, namun juga masalah kesenjangan ekonomi serta keamanan. Konflik yang terjadi saat Hari Raya Idul Fitri ini berawal dari penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada warga yang tengah melakukan Sholat Id. Aksi ini berlanjut pada pembakaran masjid, bangunan rumah serta kios yang ada di sekitarnya.
Landasan Hukum Penanganan Konflik Sosial di Indonesia
Konflik sosial yang berdampak besar pada masalah kemanusiaan menjadikan konflik sosial sebagai salah satu dari jenis-jenis pelanggaran HAM. Sebagai Negara yang kaya akan suku, agama dan budaya membuat Indonesia dikenal sebagai Negara demokrasi dengan tingkat toleransi yang tinggi. Namun, maraknya konflik sosial yang terjadi menunjukkan bahwa fungsi toleransi tidak berjalan dan ada yang salah dengan cara kita merawat kekayaan itu sebagai kekuatan.
Salah satu upaya mencegah terjadinya konflik sosial adalah dengan cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia yang dimiliki melalui dibumikannya kembali 4 Pilar Bangsa Indonesia, yaitu :
·         Menjaga keutuhan NKRI
·         Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila;
·         Menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasar pada UUD 1945; (baca : Manfaat UUD Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Warga Negara serta Bangsa dan Negara dan Peran Konstitusi dalam Negara Demokrasi)
·         Mempererat rasa persatuan sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika
Guna menangani konflik sosial yang terjadi di Indonesia disahkanlah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Adapun hal-hal yang diatur dalam PP ini adalah sebagai berikut :
·         Upaya pencegahan konflik;
·         Berbagai tindakan darurat yang diperlukan guna menyelamatkan dan melindungi korban;
·         Penggunaan kekuatan TNI sebagai bantuan; (baca : Tugas dan Fungsi TNI-Polri)
·         Pemulihan paska konflik;
·         Partisipasi masyarakat dalam penanganan konflik, dan
·         Dilakukannya monitoring dan evaluasi.
Peraturan Pemerintah ini merupakan landasan hukum bagi pemerintah dalam menangani konflik sosial dengan tujuan :
·         Terciptanya kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera;
·         Terpeliharanya kehidupan bermasyarakat yang damai dan harmonis;
·         Ditingkatkannya rasa tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
·         Terpeliharanya keberlangsungan fungsi pemerintahan;
·         Terlindunginya jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum;
·         Terlindunginya dan terpenuhinya hak korban;
·         Pemulihan kondisi fisik dan mental masyarakat;
·         Pemulihan sarana dan prasarana umum.
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial diharapkan penanganan konflik sosial akan lebih baik karena melibatkan berbagai pihak. Hal ini juga menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi hak dan kewajiban warga negara.

B.        SISWA MELAKUKAN STUDY KASUS DI LINGKUNGAN NYA.
Lakukanlah wawancara kepada Ketua RT ditempat tinggalmu, isilah format yang telah ditentukan.
Format Penelitian Wawancara Dengan Ketua RT dirumah masing-masing:

STUDY KASUS ANALISA KONFLIK DI LINGKUNGAN SEKITAR

NAMA SISWA                      :……………….
ALAMAT                               :……………….
DESA/KELURAHAN           :……………….
RT/RW                                    :……………….

NO
BENTUK
KONFLIK YANG TERJADI
FAKTOR
PENYEBAB
KONFLIK
CARA
PENYELESAIAN
KONFLIK
1.
2.
3.
4.
5.



               
KESIMPULAN HASIL WAWANCARA :
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….

Sintang,………………..2018

Ketua RT………..
Kelurahan/Desa………….


Ttd & Cap


………………………

Mengetahui
Orang Tua/Wali Siswa





…………………………..



Thursday, January 25, 2018

SISWA MENGANALISIS KONFLIK SOSIAL PILKADA

TUGAS TER STRUKTUR MENGANALISIS KONFLIK SOSIAL PILKADA 

 Siswa Membaca Berita online dibawah ini kemudian explorasilah pengetahuan mu tentang faktor-faktor penyebab terjadinya konflik, analisa lah dengan pendekatan teori-teori konflik kemudian deskripsikan pendapatmu tentang isi berita dibawah ini dan apakah setuju dengan pendapat bahwa "Budaya Mempengaruhi Kerawanan Konflik Pilkada" :

https://nasional.sindonews.com/read/1270889/12/kemendagri-budaya-pengaruhi-kerawanan-konflik-pilkada-1515039177

Kemendagri: Budaya Pengaruhi Kerawanan Konflik Pilkada Koran Sindo Kamis, 4 Januari 2018 - 11:56 WIB Kemendagri:  - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut budaya sebagai salah satu faktor yang memengaruhi kerawanan konflik saat penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak. Faktor budaya ini bisa menambah potensi konflik di daerah-daerah penyelenggara pilkada. Kemendagri melakukan pemetaan kerawanan dengan beberapa indikator yaitu kontestasi, penyelenggara, partisipasi, geografis, dan budaya/militansi. 
Dari indikator tersebut, daerah-daerah yang dinilai memiliki kerawanan tinggi yaitu Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara Timur, Konawe, Timor Tengah Selatan, Mimika, Paniai, Jayawijaya, dan Puncak. Sementara kategori sedang yakni Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bima. Tahun ini akan diselenggarakan pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. "Ini kami membuat kerawanan yang merupakan kom binasi antara kerawanan yang dibuat Bawaslu dan indeks parameter yang ada dalam pemantauan dari politik. Ini mulai dari geografis sampai budaya," kata Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Soedarmo, Rabu (3/1/2018). Dia mengatakan, budaya cukup berpengaruh pada pelaksanaan pilkada. Daerah yang memiliki budaya kekeluargaan yang erat akan menimbulkan militansi. 
Hal ini sedikit-banyak akan menambah potensi kerawanan konflik saat pilkada. "Misalnya Sulawesi Selatan (masuk kerawanan tinggi) karena juga memiliki budaya militansi yang kuat," ucap dia. Sedangkan untuk Papua, selain kontestasi, tingginya potensi kerawanan juga karena faktor budaya. Banyak suku yang ada di tanah Papua dan memiliki dukungan berbeda-beda. "Jika suku A dukung B dan suku B dukung C. Ini pendukungnya bisa tidak puas dengan hasil ini jika kalah. Makanya Papua sering masuk daerah rawan," ungkap dia. 
 Meski begitu, Soedarmo mengatakan bahwa pemetaan ini bisa saja berubah pascapenetapan calon kandidat kepala daerah sebab jumlah dan siapa yang akan berkontestasi akan memengaruhi kerawanan konflik. "Nanti kalau ada calon, mungkin saja bisa berubah. Misalnya ada daerah yang head to head juga berbeda dengan calonnya tiga. Nanti akan (petakan) ke sana juga," kata dia. Kemendagri: Budaya Pengaruhi Kerawanan Konflik Pilkada Sebelumnya Soedarmo juga menuturkan bahwa situasi saat ini masih kondusif. Semua daerah tetap melakukan deteksi dini untuk melakukan pencegahan. "Kita berharap terus bisa stabil. Nah, bagaimana caranya ini kita maksimalkan tim monitoring yang sudah terbentuk di semua daerah," ungkap dia. Dia mengatakan, kampanye hitam, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), ataupun politik uang berpotensi terjadi di semua daerah. 
Pihaknya saat ini fokus agar hal tersebut tidak masif saat pelaksanaan pilkada mendatang. "Kita terus melakukan sosialisasi juga agar itu tidak ada money politics, black campaign, dan kampanye-kampanye negatif yang lain. Ini kan, ini supaya nanti bisa menjaga stabilitas keamanan dan ketenteraman masyarakat di daerah. Mudah-mudahan semua ya bisa berjalan lancar," kata dia. Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Cornelis mengatakan, saat ini kondisi masih kondusif meskipun dia mengakui Kalbar sering disebut-sebut sebagai daerah yang rawan. "Normal-normal saja. Dulu juga diramalkan, tapi aman. Tapi, demo saja tidak. Analisis saya sih tidak. Apapun keputusan pasti akan diterima," ucap dia. Namun, potensi tersebut bisa terjadi jika penyelenggara pemilu tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Jika peyelenggara melaksanakan tugasnya dengan adil, tidak akan terjadi. 
 Sebelumnya pemerintah diminta lebih ekstra mewaspadai potensi konflik sosial di tataran lokal saat Pilkada Serentak 2018. Satu di antara penyebabnya adalah semakin banyak elite politik yang akan terlibat. Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan keberadaan Pemi lu 2019 akan membuat banyak elite politik juga terlibat dalam Pilkada 2018. Maka itu, segala potensi konflik pada tataran lokal harus diwaspadai. "Gesekannya tidak head to head antarkandidat. Tapi, juga akan ada beberapa pihak yang ikut bertarung. Jika tidak diantisipasi, bisa lebih kenceng kerusuhannya," kata dia. Sunanto mengatakan, pada tahun mendatang para elite lokal akan memanfaatkan Pilkada 2018 untuk kontestasi 2019. Mulai dari para caleg DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR, DPD, bahkan presiden. "Kandidat 2019 terlibat pilkada untuk memperkenalkan diri. Banyak kandidat sebarkan baliho dukung siapa. Akan semakin membuat masyarakat membingungkan," ungkap dia.